Permasalahan Anak Usia Dini

Ajeng & keponakan

Ajeng Tina Mulyana, S.Pd.,M.Pd

Permasalahan pada anak usia dini adalah sesuatu hal yang akan mengganggu kehidupan anak, yang timbul karena ketidaksesuaian pada perkembangannya. Secara garis besar, masalah yang dihadapi anak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu masalah internal dan masalah eksternal.masalah internal terdiri dari masalah fisik (kesehatan) dan psikis merupakan masalah yang timbul dari dalam diri anak, sedangkan masalah eksternal adalah masalah yang terdiri dari masalah sosial merupakan masalah yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

A. Permasalahan Internal Anak Usia Dini
1. Fisik (Kesehatan)
Permasalahan Kesehatan adalah permasalahan yang sangat berpengaruh besar terhadap aspek perkembangan lainnya, ketika kesehatan anak bermasalah maka perkembangan anak akan tehambat. Perkembangan aspek fisik terkait dengan keutuhan dan kemampuan fungsi panca indera anak, kemampuan melakukan gerakan-gerakan sesuai perkembangan usianya serta kemampuan mengontrol pembuangan Anak yang mengalami hambatan dalam hal-hal tersebut dapat dikatakan mengalami masalah secara fisik. Lebih lanjut permasalahan-permasalahan fisik tersebut adalah sebagai berikut :

a. Gangguan fungsi pancaindera
1. Masalah Penglihatan
Merupakan keterampilan untuk mampu melihat persamaan dan perbedaan bentuk benda. Warna sebagai dasar untuk mpengembangan kognitif. Masalah penglihatan yang bisa terjadi pada anak usia dini adalah sulitnya mengelompokkan benda berdasarkan warna, bentuk dan ukurannya.
Selain itu, mereka juga sulit mengamati benda secara jelas. Permasalahan yang ditimbulkan dari gangguan penglihatan juga bisa menyebabkan gangguan ingatan.gangguan ungatan tersebut antara lain :
• Tidak mampu menyebutkan benda tanpa ada bendanya
• Tidak mampu menguraikan benda dari beberapa aspek bentuk, warna, fungsi dan lain-lain )
• Tidak mampu mencari bagian yang gilang dari suatu bentuk
• Tidak mampu mengurutkakn kembali satu seri gambar yang diacak
• Tidak mampu melihat apa yang ditulis pleh guru dipapan tulis

2. Masalah Pendengaran
Merupakan keterampilan untuk mampu mendengar perbedaan dan persamaan suara. Gangguan suara pada anak usia dini bukan berarti anak-anak mengalami tuli tetapi, anak tidak mampu menyebutkan suara yang ada disekelilingnya. Seperti suara alam, bisikkan arah suara dan lain – lain. Anak menjadi tidak peka terhadap suara yang ada disekitarnya. Kemudian tidak mampu menirukan berbagai suara tertentu, tidak mampu menyanyikan lagu sederhana, tidak mampu menceritakan kembali sebuah kejadian, tidak mampu mengulangi kembali urutan cerita, dan tidak mampu mendengarkan persamaan-persamaan dalam kata-kata yang bersajak, dan lain-lain.

Sebagian besar orangtua menganggap permasalahan pendengaran anak merupakan hal sepele, sehingga yang awalnya hanya ganguan kecil menjadai gangguan yang sulit disembuhkan. Hal tersebut bisa diminimalisir jika orangtua sedini mungkin sering melatih anak mendengarkan berbagai suara baik mendengarkan kaset lagu ataupun orang tuanya sendiri yang bernyanyi saat bermain pada anaknya, orang tua harus memberikan stimulasi-stmulasi sejak dini misalnya seperti, sering mengajak bicara anak sehingga terjadi kontak mata pada anak, sering menmanggil namanya untuk melatih kepekaan pendengarannya.

3. Indra Penciuman
Anak usia dini sering menderita sinus dan mimisan yang menyebabkan ketidak pekaan terhadap penciuman mereka hal ini disebabkan oleh daya tahan tubuh anak yang sangat lemah.

2. Cacat tubuh
Cacat tubuh yang dialami anak usia dini merupakan faktor bawaan yang sudah dialami sejak ia lahir. Cacat tubuh yang terjadi antara lain, tidak memiliki jari yang sempurna, tuli, anggota tubuh yang tidak sempurna, namun ada juga anak yang terlahir dalam keadaan normal akan tetapi ketika berusia 8 bulan ia mengalami panas yang sangat tinggi dan sejak itu anak tersebut mengalami kecacatan selamanya. Dalam hal ini, orang tua sebaiknya menerima anak apa adanya, mensyukuri apa yang diberikan tuhan, menghargai anak akan tetapi pada kenyataannya banyak orang tua yang malu dan tidak mau mengakui sebagai anaknya hal itu terjadi karena kurangnya pendidikan dan pemahaman orang tua yang berasumsi bahwa anak adalah amanah yang harus kita jaga maka dari itu perlu sekali penyuluhan-penyuluhan, seminar atau pun parenting untuk meningkatkan pemahaman orang tua tentang hakikat anak.
3. Kegemukkan (Obesitas)
Anak yang mengalami obesitas menjadi sangat terbatas ruang gerak yang ia miliki.karena ia harus menopang berat beban paada tubuhnya.biasanya hal ini disebabkan karena gizi yang berlebihan. Dalam hal ini, sebaiknya orangtua memperhatikan asupan makanan dengan kadar yang sesuai dan tidak berlebihan dan sering mengajaknya berolahraga.
4. Gangguan gerak peniruan
Anak yang mengalami gangguan gerak peniruan adalah anak yang tidak bisa menirukan gerakan-gerakkan yang dicontohkan oleh gurunya, ia akan merasa cemas ketika gurunya memerintahkan untuk menirukan gerakkannya. Anggota tubuh anak akan kaku saat melakukan gerakkan sederhana. Permasalahn yang sering terjadi pada anak usia dini adalah anak masih kesulitan dalam menggerakkan bagian tubuh tertentu seperti :
• Berguling
• Menangkap
• Melempar
• Berlari
• Senam
Permasalahan motorik anak terdiri dari motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar merupakan keterampilan menggerakkan bagian tubuh secara harmonis dan sangat berperan untuk mencapai keseimbangan yang menunjang motorik halus. Selain itu, belum sempurnanya koordinasi dalam mengontrol motorik kasar. Ketika ditugaskan berjalan tanpa menyentuh temannya. Kemampuan motorik lainnya yang harus dikuasai anak usia dini adalah kemampuan motorik halus. Kemampuan motorik halus merupakan keterampilan yang menyatu antara motorik halus dengan panca indera. Kesiapan mengkoordinasikan keseluruhan ini diperlukan untuk kesiapan menulis, membaca, dan lain-lain. Permasalahan yang sering terjadi adalah anak-anak masih sulit menjiplak membentuk lingkaran, segitiga dan persegi serta masih sulit menggenggam pensil. Dalam hal ini, sebaiknya orang tua menstimulasi sejak dini dengan mengarahkan anak untuk meremas-remas kertas dan sebagainya.
5. Gangguan Berbahasa
Berbahasa merupakan keterampilan dalam mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Dalam hal keterampilan yang diutamakan adalah mendengar dan berbicara. Masalah berbahasa yang dialami anak usia dini berawal dari ketidakmampuan mendengar dan memahami bahasa lisan yang diucapkan orang-orang sekelilingnya. Anak yang bermasalah dalam perkembangan bahasanya pada umumnya anak tersebut mengalami beberapa gangguan, misalnya :
• Speech delay
Keterlambatan bicara adalah salah satu gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak.deteksi dini gangguan bicara dan bahasa ini harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini mulai dari orang tua, keluarga, dan dokter. Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu stimulasi kemampuan bicara dan bahsa sejak lahir, bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. Dengan stimulasi dini diharapkan kemampuan anak dalam berbahsa, khususnya berbicara akan berjalan optimal. Speech delay bisa disebabkan karena pemberian makan dengan tekstur yang tidak sesuai. Penanganan keterlambatan berbicara dilakukan dengan pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan tersebut. Biasanya anak yang mengalami speech delay ia juga bermasalah pada gangguan pendengarannya.
• Gagap (stuttering)
Anak yang menderita gagap tidak dapat berkomunikasi secara wajar. Wajar disini mengandung pengertian normal, jelas dan tidak tersendat-sendat. Gejala yang sering diperhatikan dengan gagap adalah sering mengulang atau memperpanjang suara suku kata atau kata-kata dan sering terjadi keraguan dan penghentian bicara sehungga mengganggu arus irama bicara. Penyebab gagap biasanya terjadi karena anak sering dibentak, dimarahi dan sering membiasakan anak menjawab pertayaan dengan potongan-potongan kata.
• Cadel
Anak yang menderita cadel tidak dapat menyebut huruf tertentu dengan jelas misalnya “R” “L “S” dan lain-lain. Penyebab cadel biasanya terjadi karena orang disekitarnya telah membiasakan berbicara yang tidak sesuai dengan kata sebenarnya, contoh : sayang jadi “tayang” atau makan jadi mamam.
6. Kidal
Kidal seringkali dikategorikan sebagai ketidakmampuan anak dalam menggunakan tangan kanan.tetapi kidal juga muncul karena kebiasaan anak dalam menggunakan tangan kirinya. Beberapa factor penyebab kidal pada anak diantaranya karena hemisphere kanan dalam otak lebih unggul daripada kiri bisa juga disebabkan karena pembiasaan yang salah, Namun bisa saja tidak terjadi apabila sejak dini kita arahkan. Pada umumnya anak yang mengalami kidal akan memiliki suatu kelebihan yang tak dimiliki oleh anak lainnya.
7. Hiperaktif
Hiperaktif sebagai salah satu bagian dari attention deficit disorder (ADD) dikategorikan pada gangguan yang memiliki ciri-ciri keaktifan yang berlebihan.anak hiperaktif biasanya mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian pada jangka waktu tertentu,jangka waktu perhatiannya sangat pendek,mudah terganggu perhatian, pikirannya tidak tenang dan tidak bisa mengontrol diri, banyak bicara serta tindakkannya tidak bertujuan, tidak berkonsentrasi terhadap suatu objek tertentu. ADD biasanya muncul pada anak sebelum usia 7 tahun. Lama gangguan sedikitnya 6 bulan. ADD terjadi karena terjadi kerusakan otak minimal atau otak tidak dapat berfungsi penuh, melainkan hanya sebagian saja. Penyebab lainnya karena lingkungan yang tercemar racun, bahan tambahan pada makanan, sinar X atau radiasi lainnya, minuman alkohol keturunan dan lingkungan.
8. Ngompol (Enuresis) dan Buang air besar di sembarang tempat (Encopresis)
Ngompol dianggap gangguan jika anak sudah berusia lebih dari 3 tahun. Biasanya terjadi pada malam hari (Nocturnal), tetapi tidak menutup kemungkinan terjadai pada siang hari. Faktor penyebab ngompol dan buang air besar di sembarang tempat adalah penggunan diapers, ketika anak dibiasakan mengunakan diapers dan tidak dibiasakan toilet trainee maka anak akan merasa aman untuk melakukan buang air dimana pun ia berada,namun ketika usia anak bertambah dan mencoba untuk melepaskan pampers ia akan terbiasa untuk buang air dimana pun ia berada karena pembiasaan penggunaan diapers itu sendiri.
9. Gangguan kesehatan (penyakit)
Gangguan kesehatan yang dimaksud disini adalah penyakit yang sering terjadi misalnya, batuk, pilek, demam, diare, radang, cacar, campak, dan lain-lain. Penyakit – penyakit tersebut disebabkan oleh kuman dan bekteri yang dipengaruhi dari makanan dan kebersihan lingkungan sekitar.
10. Kekurangan gizi
Kekurangn gizi adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktifitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan yang dapat menghambat perkembangan anak. Anak yang kekurangan gizi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembnagannya, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak dan perilaku. Maka dari itu, anak usia dini membutuhkan asupan makanan dengan gizi seimbang. Salah satu faktor kekurangan gizi pada anak usia dini adalah perekonomian keluarga yang tidak mencukupi untuk memenuhi gizi sang anak. Padahal menu makanan dengan gizi seimbang tak harus mahal.
Misalnya daging sebagai protein bisa diganti dengan telur atau tahu dan tempe, brokoli sebagai sayur bisa diganti dengan bayam, dan masih banyak susu yang dijual dengan harga terjangkau. Namun pada kenyataannya di kota besar seperti Jakarta banyak orang yang mampu bahkan orang kaya tetapi anak-anak dari mereka mengalami kekurangan gizi karena kurangnya perhatian orang tua yang terlalu sibuk akan pekerjaannya masing-masing, sehingga anak mereka terlantar. Mereka hanya memberikan makanan instan (cepat saji) untuk anak – ankanya.
11. Permasalahan Psikis (Mental)
Permasalahan psikis anak terkait dengan kemampuan psikologis yang dimilikinya atau ketidakmampuan mengekspresikan dirinya dalam kondisi yang tidak normal. Beberapa permasalahan psikis yang seringkali dialami anak adalah sebagai berikut.
a. Gangguan konsentrasi
 Disleksia
Disleksia adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak, yang ditandai dengan kesulitan belajar membaca dengan lancar dan kesulitan dalam memahami meskipun normal atau diatas rata-rata. Ada tiga aspek kognitif penderita dysleksia yaitu, pendengaran,penglihatan dan perhatian. Disleksia dapat mempengaruhi perkembangan bahasa seseorang. Penderita disleksia secara fisik tidak terlihat sebagai penderita.disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan termasuk dari atas kebawah dan dari kiri ke kanan serta sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke otak. Hal ini yang sebenarnya dianggap penderita dysleksia tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam mengatasi disleksia biasanya dilakukan terapi Binaural Beats Dysleksia.
Dyscalculia
Dyscalculia adalah kesulitan dalam belajar atau memahami matematika (termasuk tentang symbol-simbol dan bentuk matematika), diskalkulia bisa terjadi akibat dari cidera otak. anak yang mengalami dyscalculia akan kesulitan dalam menghafal bentuk angka dan bangun geometri sederhana seperti(lingkaran,persegi dan segitiga), ia juga kesulitan dalam menghitung bilangan sederhana misalnya ( 1+2) dan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari.dyscalculia dapat terdeteksi pada usia dini dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memahami cara bermatematika yang diajarkan kepada anak-anak dan tentunya dilakukan sambil bermain dan menyenangkan.

b. Inteligency (baik tinggi maupun rendah)
Pada umumnya anak usia dini ada yang memiliki tingkat intelegensi yang tinngi dan ada juga yang rendah,biasanya anak yang memiliki inteligensi tinggi ia selalu cepat dalam mengerjakan tugas-tugasnya, memiliki daya tangkap dan daya ingatan yang sangat bagus dan ia pun sering mengganggu teman-temannya ketika ia telah selesai mengerjakan tugasnya. Begitu juga sebaliknya anka yang memiliki intelegensi yang rendah ia akan lama untuk mengingat dan menangkap suatu pelajaran dan informasi yang diterimanya. Hal tersebut sangat berpengaruh pada asupan nutrisi yang diberikan sang ibu sejak dalam rahim, karena pada saat itulah pembentukkan otak akan berkembang sejak dalam kandungan.

c. Berbohong
Penyebab berbohong diantaranya adalah kekerasan pada orang tua dan para pendidik sehingga mereka berdusta agar terhindar dari hukuman,peniruan dari orang dewasa, kesadaran anak akan kekurangan dirinya sehingga mendorongnya untuk berbohong,karena ingin dipuji juga karena imajinasinya.

Tidak menuduh anak berbohong bila tidak mempunyai bukti.Setiap orang butuh diberi kepercayaan, begitu pula anak-anakkita. Dahulukan prasangka baik dengan mendengarkan alasan-alasan yang dikemukakan. Jika tidak mendapatkan kepercayaan ia akan menolak untuk berkomunikasi.Menjadi pendengar yang baik, untuk mengetahui apa yang sedang terjadi pada anak.Jika mengetahui anak berbohong, langsung jelaskan faktanya tidak perlu menunggu sampai dia mengaku, apalagi memaksa ia untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi. Tindakan ini hanya akan mendidiknya lebih canggih untuk berbohong.

Kontrol emosisaat mengetahui anak berbohong.Emosi yang berlebihan dan memenggil anak sebagai pembohong tidak akan menyelesaikan masalah, malah makin membuat anak takut dan berbohong lagi. Berikan jaminan bahwa jika ia bereterus terang kita akan mema’afkan dan tidak menghukumnya.Mengevaluasi diri, apakah kita terlalu keras kepada anak, sehingga tersumbat jalur komunikasi dengan anak.Jika anak berbohong karena imajinasi maka ajari anak untuk membedakan antara hal realistik dan imajinasi tanpa menyalahkan sikap bohongnya tersebut.

d. Emosi (takut, cemas, mudah menangis, marah,sering membangkang, mau menang sendiri dan lain-lain)
Penakut
Ketakutan biasanya disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adanya cerita seram dan menakutkan.takut pada gelap karena membayangkan hal-hal yang seram,peniruan dari orang dewasa misalnya takut pada ulat, dan kesalahan mendidik orang tua.dan ada juga ketakutan – ketakutan lainnya yang dialami anak, misalnya takut pada orang tua, rasa takut kepada orang tua karena orang tua yang sering membentak, memarahi dan menghukum, dan sering juga terjadi takut ditinggal ibu dan pengantar hal ini terjadi karena anak tidak dibiasakan bersosialisasi dengan lingkungan.
Kecemasan
Kecemasan merupakan keadaan emosi yang tidak menyenangkan yang meliputi interprestasi subyektif dan rangsangan fisiologis,misalnya bernafas lebih cepat,jantung berdebar-debar dan berkeringat dingin. Pada umumnya kecemasan pad anak usia dini secara bertahap akan berkurang seiring bertambahnya usia anak.
e. Mencuri
Penyebab anak mencuri adalah tidak terpenuhinya kebutuhan secara materil, rasa kepemilikkan yang tinggi terhadap barang orang lain,karena tidak mengerti,karena kebutuhan identitas diri,karena mencontoh yng salah,karena adanya tekanan ingin memiliki.cara menangani anak yang suka mencuri adalah mencukupi kebutuhan anak dan memberikan pengertian untuk bersabar,mengenali pergaulan anak,memberi perhatian yang cukup menyelidikki motivasinya dan memasukkan konsep nilai yang benar dan mendidiknya dalam kebenaran.

B. Permasalahan Eksternal Anak Usia Dini
1. Permasalahan Sosial
Perkembangan sosial anak berhubungan dengan kemampuan anak dalam berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa, atau lingkungan pergaulan yang lebih luas. Dengan demikian, permasalahan anak dalam bidang sosial juga berkaitan dengan pergaulan atau hubungan sosial, yang meliputi perilaku-perilaku sebagai berikut.
a. Tingkah laku agresif
Merupakan tingkah laku mnyerang baik secara fisik maupun verbal atau berupa ancaman yang disebabkan karena adanya rasa permusuhan. Penyebab anak agresif diantarnya karena terkekang, reaksi emosi terhadap frustasi karena dilarang melakukan sesuatu peniruan dari orang dewasa. Hal ini dapat terjadi karena, pada keluarga anak agresif justru dihargai. Tingkah laku otang tua juga merupakan model yang paling efektif bagi anak. Dengan kata lain, anak menjadi agresif karena mencontoh orang tuanya.sejak dini anak sudah bisa menangkap acara di tv. Acara televisipun memberinya ide untuk bertingkah laku agresif. Jika anak meniru adegan yang ditontonnya, katakanlah dengan tegas bahwa hal itu tidak boleh dilakukan, perlu dijelaskan bahwa kemarahan yang diungkapkan melalui serangan itu merupakan perilaku yang tidak bisa diterima umum, ucapkan pesan tersebut secara berulang-ulang.

b. Daya saing kurang (cenderung menarik diri dari lingkungan)
Anak yang memiliki daya suai kurang, cenderung tidak mau bergaul dan beradaptasi dengan lingkungannya. Daya suai kurang diakibatkan oleh ruang lingkup anak yang masih terbatas pada situasi rumah dan sekolah. Apalagi sebelum anak masuk sekolah orang tua kurang memberi kesempatan pada anak untuk mengenal lingkungan luar.
Ciri anak yang memiliki daya suai kurang adalah pemalu, sulit bergaul, minder, cenderung pasif dan rendah diri. Daya suai kurang dapat diatasi dengan cara membiarkan anak bereksplorasi,perkenalkan lingkungan luar kepada anak termasuk teman sebaya.

c. Pemalu
Sifat pemalu akan menjadi masalah yang cukup serius karena akan menghambat kehidupan anak, misalnya dalam pergaulan, pertumbuhan, harga diri belajar dan penyesuian diri.umumnya ciri anak pemalu ialah terlalu sensitive,ragu-ragu,murung dan juga sulit bergaul. Biasanya hal ini disebabkan oleh tekanan dari orang tuanya yang menuntut anaknya untuk bagus dari sang anak dan kurangnya sosialisasi sehingga anak tidak percaya diri.
d. Manja
Anak yang manja biasanya merupakan cerminan dari didikan orang tuanya.anak yang selalu dilayani semua kebutuhannya maka ia akan berubah menjadi anak yang manja dikemudian hari.dalam hal ini seharusnya orang tua melatih anak untuk melakukan aktifitas sendiri,memberikan kesempatan dan penghargaan atas apa yang ia Lakukan.
e. Negativisme (pembangkangan)
Reaksi anak berupa pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ada, pada umumnya setiap anak pasti akan mengalami masa pembangkangan,masa pembangkangan anak ini akan berakhir tergantung dari pola pengasuhan yang diberikan orang tuanya.ketika orang tua bisa menangani anak denga benar maka masa pembangkangan pada anak tersebut akan cepat berlalu.cara efektif untuk mengatasi naka yang membangkang adalah bukan dengan memberikan kemarahan kepada anak ataupun tidakkan galak lainnya karena hal tersebut akan menimbulkan masalah barubdan bisa menghambat perkembangan anak.
f. Perilaku berkuasa
Wujudnya anak suka meminta,memerintah,mengancam,dan memaksa teman sebayanya.penyebab anak berperilaku berkuasa karena dirumah ia anak tunggal,orang tua yang selalu menuruti keinginan anaknya.
g. Perilaku merusak
Pada umumnya anak yang berperilaku merusak ia akan membanting dan melemparkan barang-barang yang ada disekitarnya disaat keinginannya tidak terpenuhi.hal ini disebabkan oleh perilaku kasar dari lingkungan rumah.berperilaku bagi anak usia dini sebenarnya rasa ingin tahu anak sangat tinggi,biasanya anak ini sering membongkar mainannya sendiri.

C. Factor Penyebab Permasalahan Anak

Terdapat beberapa faktor penyebab permasalahan pada anak, baik yang bersifat intrinsik (berasal dari diri anak sendiri) maupun ekstrinsik (berasal dari luar diri anak). Secara umum, faktor-faktor tersebut adalah
• pembawaan, yakni anak dengan semua keadaan yang ada pada dirinya;
• lingkungan keluarga, mencakup pola asuh orang tua,kasih sayang,stimulasi, keadaan social ekonomi keluarga, dan lain-lain;
• lingkungan sekolah, meliputi cara mengajar guru, prosesbelajarmengajar,kurikulum,fasilitas/media,suasana belajar, metode pembelajaran,dan lain – lain.
• masyarakat, mencakup pergaulan, norma, adat istiadat, dan lain-lain.

D. Cara Mengidentifikasi Masalah Anak
Mengidentifikasi permasalahan anak diartikan sebagai upaya menemukan gejala-gejala yang tampak pada penampilan dan perilaku anak dalam memperkirakan penyebab masalah hingga bentuk bantuan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.

Berbagai cara dapat dilakukan orang tua dan guru untuk mengetahui apakah anak mengalami permasalahan atau tidak. Cara-cara tersebut secara umum dibagi dua, yakni melalui tes dan non tes.

1. Tes
Tes merupakan salah satu alat bantu yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi permasalahan anak yang bersifat standar/ baku. Bentuk tes ini dapat berupa pertanyaan-pertanyaan atau tugas –tugas yang harus dijawab atau dikerjakan anak serta dibatasi oleh waktu. Di antara beragam jenis tes yang banyak dipergunakan, di antaranya adalah :
a. tes bakat
b. inteligensi
c. prestasi
d. diagnostik
2. Non-tes
Teknik non tes biasanya dipergunakan untuk mengidentifikasi permasalahan anak dengan cara mengamati penampilan serta perilaku anak dalam aktivitas kesehariannya sehingga cenderung lebih fleksibel bila dibandingkan dengan teknik tes. Di samping itu, dipergunakan pula kumpulan hasil karya dan pekerjaan anak selama periode waktu tertentu.Beberapa macam teknik non-tes yang populer, di antaranya adalah:
a. observasi
b. wawancara
c. Angket
d. Portofolio
e. catatan anekdot
f. daftar cek
g. skala penilaian
h. sosiometri
i. angket
j. Tugas kelompok

E. Langkah-langkah dan Tekhnik Penanganan Masalah

1. Langkah-langkah Penanganan Masalah
Penanganan masalah anak dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
a. Identifikasi kasus
yakni upaya untuk menandai subjek (anak) yang diperkirakan mengalami masalah.dengan mendeteksi permasalahan anak.
b. Identifikasi masalah
yakni upaya mengetahui inti permasalahan yang dihadapi anak.
c. Diagnosis
merupakan langkah untuk mengidentifikasi karakteristik serta faktor penyebab masalah yang dialami anak.
d. Prognosis
merupakan langkah untuk merumuskan alternatif upaya bantuan sesuai dengan karakteristik permasalahan yang dialami.menentukan jalan apa yang akan dilakukan orang tua untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada anaknya.
e. Treatment
merupakan upaya pemberian bantuan itu sendiri.melakukan perawatan atau terapi sesuai masalah anak demi penyembuhannya.terapi bisa berbentuk medis ataupun non medis, bisanya permasalahan yang menggunakan treatment adalah permasalahan fisik dan psikis yang membutuhkan dokter dan psikiater atau psikolog.
f. Tindak lanjut
Dilakukan sebagai bentuk evaluasi terhadap upaya pemberian bantuan yang telah dilakukan serta kemungkinan penggunaan langkah-langkah berikutnya.

2. Teknik Penanganan Masalah
Pada hakikatnya, tidak ada satu pun teknik yang efektif untuk menangani permasalahan anak yang berbeda-beda. Penggunaan suatu teknik akan bergantung kepada karakteristik anak, jenis permasalahan,kemampuan serta keterampilan pemberi bantuan, serta faktor feasibilitasnya. Di antara berbagai teknik yang dapat dilakukan orang tua dan guru untuk membantu menangani permasalahan anak adalah sebagai berikut :

a. Latihan
Dengan latihan kita dapat mengetahui dan mengevaluasi sejauh mana kemampuan anak,juga dapat mengetahui dimana kelemahan anak.Latihan diberikan kepada anak untuk melatih konsentrasi atau aspek kognitif anak.
b. Permainan
Permainan dan bermain merupakan kebutuhan bagi anak.melalui permainan anak dapat mengembangkan berbagai aspek.termasuk aspek social emosional yang dapat membantu pengembangan karakter anak usia dini.permainan merupakan sumber media untuk menstimulasi anak.
c. Saran dan nasihat
Dalam menangani masalah anak saran dan nasihat sangat diperlukan untuk mengarahkan anak dan menjelaskan nilai baik buruk kepada anak.ketika kita memberikan nasihat akan mudah diterima ketika anak masih berada pada usia dini.

d. Pengkondisian (conditioning)
Ketika kita akan mengatasi masalah yang sedang dihaadapi anak hendaknya kita harus melihat kondisi dan keadaan yang memungkinkan untuk melakukannya

e. Model dan peniruan (modeling and imitation)
Anak adalah peniru ulung, anak hanya melakukan apa yang ia lihat, ia dengar dan ia rasakan maka dari itu kita sebagai orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak.
f. Konseling
Merupakan proses yang terjadi antara anak dan seorang konselor yang membantu anak-anak untuk sembuh dan kembali rasa percaya dirinya.selama konseling,seorang anak didorong untuk dapat menyatakan perasaan mereka.

F. Syarat Menangani Permasalahan Anak
Orang tua dan guru merupakan model bagi anak. Untuk dapat membantu menangani permasalahan anak dengan tepat, orang tua dan guru diharapkan memiliki beberapa karakteristik sebagai persyaratannya.Beberapa karakteristik di bawah ini setidaknya dapat membantu mempermudah orang tua dan guru dalam menangani permasalahan yang dihadapi anak.
1. Kesabaran
2. Penuh kasih sayang
3. Penuh perhatian
4. Ramah
5. Toleransi terhadap anak
6. Empati
7. Penuh kehangatan
8. Menerima anak apa adanya
9. Adil
10. Dapat memahami perasaan anak
11. Pemaaf terhadap anak
12. Menghargai anak
13. Memberi kebebasan terhadap anak
14. Menciptakan hubungan yang akrab dengan anak

F. Hubungan Permasalahan Anak Usia Dini Dan Pengembangan Karakter

Permasalahan anak usia dini dan pengembangan karakter memiliki katerkaitan yang sangat erat,hal itu merupakan dua hal yang saling berkesinambungan.usia dini adalah sebuah masa dimana semua aspek perkembangan akan berkembang di masa ini, termasuk karakter. pengembangan karakter harus terjadi di usia dini.

Pengembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi fungsi otak kanan. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter pun (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar “tahu”). Ketika permasalaan fisik khususnya kesehatan tidak teratasi sejak dini, secara otomatis perkembangan otak tidak berjalan optimal. Dan perlu kita tahu seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya untuk mengembangkan karakter anak usia dini diperlukan penyeimbangan antara otak kanan dan otak kiri.

Pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek “knowledge, feeling, loving, dan acting”. Pembentukan karakter dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi body builder (binaragawan) yang memerlukan “latihan otot-otot akhlak” secara terus-menerus agar menjadi kokoh dan kuat.
Pendidikan karakter ini hendaknya dilakukan sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa emas perkembangan (golden age) yang keberhasilannya sangat menentukan kualitas anak di masa dewasanya. Montessori menyebutnya dengan periode kepekaan (sensitive period). Penggunaan istilah ini bukan tanpa alasan, mengingat pada masa ini, seluruh aspek perkembangan pada anak usia dini, memang memasuki tahap atau periode yang sangat peka. Artinya, jika tahap ini mampu dioptimalkan dengan memberikan berbagai stimulasi yang produktif, maka perkembangan anak di masa dewasa, juga akan berlangsung secara produktif.

Ketika kita gagal dalam penanaman kepribadian yang baik di usia dini ini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Untuk mencapai kesuksesan dalam membimbing anaknya untuk mengembangkan karakter kita harus dapat mengatasi permasalahan-permasalahan di usia dini hingga tuntas, karena konflik yang ada hanya menghambat perkembangan ketika kita dapat mengatasi masalah-masalah tersebut dengan penanganan dan waktu yang tepat disinilah yang menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak.

1. Peran keluarga dalam Pembentukan karakter Anak
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yangdikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.

Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter,maksdunya kita sebagai pendidik tidak boleh sembarangan mendidik anak harus dengan ilmu.Mengingat lingkungan anak bukan saja lingkungan keluarga yang sifatnya mikro, maka semua pihak – keluarga, sekolah, masyarakat, media, fasilitas dan sebagainya turut andil dalam perkembangan karakter anak. Dengan kata lain, mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik adalah tanggung jawab semua pihak. Tentu saja hal ini tidak mudah, oleh karena itu diperlukan kesadaran dari semua pihak bahwa pendidikan karakter merupakan ”PR” yang sangat penting untuk dilakukan segera. Terlebih melihat kondisi karakter bangsa saat ini yang memprihatinkan serta kenyataan bahwa manusia tidak secara alamiah (spontan) tumbuh menjadi manusia yang berkarakter baik.

a. Keluarga sebagai Tempat Pertama Pendidikan Karakter Anak
Bagi seorang anak, keluarga merupakan lingkungan primer dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. fungsi utama keluarga adalah sebagai tempat untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera.

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi pengembangan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya sejak dini, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter.

b. Pola Asuh dalam Pendidikan Karakter Anak di Keluarga
Pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya sangat menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak. Kesalahan dalam pengasuhan anak akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik.

c. Nilai Karakter yang Penting Harus Ditanamkan pada anak usia dini
Tujuan pendidikan anak usia dini adalah mendidik anak dengan tiga dasar kebutuhan anak(asih,asah,asuh) yaitu asih mengasihi dengan penuh kasih sayang ,asah yaitu dengan menstimulasi anak sesuai usia dan kebutuhannya,dan asuh adala mengasuh anak dengan pola asuh yang benar sesuai ketentuan yang ada.tujuan dari hal tersebut adalah untuk membentuk karakter anak agar anak menjadi seseorang yang diharapkan dan berkepribadian yang utuh (religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, peduli lingkungan, dan lain – lain).

Menurut sumber dari Balitbang, Kementerian Pendidikan Nasional, bahwa ruang lingkup nilai moral dalam rangka pembentukan karakter yang harus dikembangkan pada anak usia dini adalah sebagai berikut:

a. Religius : Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agamadianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b. Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orangselalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c. Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d. Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja Keras : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g. Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis : Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama Hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i. Rasa Ingin Tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatuyang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j. Semangat Kebangsaan : Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k. Cinta Tanah Air : Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkankesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
l. Menghargai Prestasi : Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
m. Bersahabat/Komuniktif : Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
n. Cinta Damai : Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o. Gemar Membaca : Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
p. Peduli Lingkungan : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
q. Peduli Sosial : Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
r. Tanggung – jawab : Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. (Balitbang Kemendiknas, 2010: 8)
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN

Anak usia dini sangat rentan dengan berbagai masalah yang biasanya berkaitan dengan gangguan pada proses perkembangannya. Permasalahan -permasalahan anak dapat dicegah jika orang tua memberikan tiga kebutuhan dasar anak sejak dini yakni asah (dengan memberikan stimulasi yang dibutuhkan anak sesuai usianya), asih (dengan memberikan kasih sayang, cinta dan perhatian), asuh (mendidik dan menerapkan pola asuh yang tepat kepada anaknya). Permasalahan anak usia dini harus segera ditangani. Jika tidak ditangani diusia dini hingga tuntas maka akan mempengaruhi perkembangan moral dan pembentukkan karakter kelak ia dewasa.

Perlu kita ketahui tujuan pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang akan membentuk karakter seorang anak agar anak memiliki kepribadian yang utuh kelak,yakni dengan stimulasi dan memberika tiga kebutuhan dasar anak. Dengan demikian, penting bagi para orang tua dan guru untuk memahami permasalahan-permasalahan anak agar dapat meminimalkan kemunculan dan dampak permasalahan tersebut serta mampu memberikan upaya bantuan yang tepat.

Pengembangan Nilai Moral dan Agama

Ajeng Tina Mulyana, S.Pd.,M.Pd.

Pengertian Moral

Moral berasal dari kata latin  mores berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Istilah moral selalu terkait dengan kebiasaan, aturan atau tata cara suatu masyarakat tertentu. Termasuk pula dalam moral adalah aturan-aturan atau nilai-nilai agama yang dipegang masyarakat setempat. Kamus Besar Bahasa Indonesia moral adalah nilai baik buruk yg diterima umum. diantaranya mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak,  budi pekerti, dan susila. Dengan demikian prilaku moral merupakan prilaku manusia yang sesuai dengan harapan, aturan, kebiasaan suatu kelompok masyarakat tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh Hurlock (1991) dalam mendefinisikan prilaku moral sebagai prilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok social.

Pada masa bayi, anak belum mengenal prilaku moral atau prilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan kebiasaan orang-orang disekitarnya. Semakin bertambah hari, bertambah pula pengetahun terhadap lingkungan sekitarnya. Pengetahuannya tentang prilaku yang “boleh” atau tidak boleh” atau prilaku yang sesuai dengan kebiasaan lingkungan sekitar dimengerti berdasar pendidikan dari orang dewasa disekitarnya. Orang tua dan orang dewasa lain yang terlibat dalam pendidikan anak harus mengajarkan pada anak prilaku apa saja yang benar dan kurang sesuai dengan atura atau kebiasaan setempat. Anak juga harus diberi kesempatan untuk turut ambil bagian dalam kegiaatan kelompok sehingga anak dapat belajar berbagai prilaku yang sesuai dengan harapan kelompok dan prilaku yang tidak sesuai dengan harapan kelompok.

Batasan dan Teori Pengembangan Sosial Emosi Agama dan Moral

Masa kanak-kanak adalah fase yang paling subur, paling panjang dan paling dominan bagi seorang pendidik untuk menanamkan norma-norma yang mapan dan arahan yang bersih kedalam jiwa dan sepak terjang anak-anak didiknya. Apabila pada masa AUD dapat dimanfaatkan oleh seseorang pendidik secara maksimal dan sebaik-baiknya yaitu dengan cara menanamkan moral, agama, emosi dan sosial. Harapannya pada masa mendatang, AUD akan tumbuh menjadi orang yang tahan dalam berbagi tantangan, beriman dan kuat.

Hakikat dan Konsep Dasar Pengembangan Moral Anak

Mendidik dan memberikan tuntunan sebaik-baik hadiah dan perhiasan paling indah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dengan nilai yang jauh lebih baik daripada dunia dan segala isinya.

Dalam hadits dikatakan bahwa: ”Muliakanlah anak-anak Mu dan didiklah mereka dengan baik.”

(HR. Ibnu Majah)

Dalam Hadits lain disebutkan ”Tiada suatu pemberianpun yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang baik.” (HR. Hakim)

Ketika orang tua / seorang pendidik membantu dan mengarahkan anak untuk mengembangkan prinsif-prinsif moral, pentingnya juga untuk mengembangkan pemahaman akan agamanya kepada anak. Hal ini karena tujuan utama dari pendidikan moral adalah untuk mengembangkan kesadaran akan benar dan salah atau lebih dikenal dengan istilah hati nurani, idealnya seseorang belajar untuk mengerjakan hal yang baik, bukan karena takut akan akibat atau konsekuensinya bila mengajar, tetapi karena ada aturan dari dalam dirinya yang ia pelajari dari keluarga dan budaya.

Hakikat Teori Perkembangan Moral

Teori Perkembangan Moral Menurut Piaget

Piaget membagi perkembangan moral pada anak menjadi dua tahap, yaitu:

Tahap realism moral atau moralitas

Moralitas kerja sama atau hubungan timbal balik. prilaku anak dikendalikan oleh ketaatan secara otomatis terhadap peraturan. Anak belum dapat melakukan penalaran atau penilaian terhadap aturan atau norma yang dikenakan padanya, sehingga anak masih menganggap kaku pada aturan-aturan tersebut. Pada tahap ini anak memandang benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi dibelakangnya. Tahap ini terjadi pada anak usia 2 hingga 7 tahun.

Pada tahap usia lebih dari 7 tahun anak memasuki tahap perkembangan moral otonomi. Pada tahap ini anak tidak kaku lagi dalam memandang aturan . Konsep anak dalam memandang aturan secara bertahap berubah dan dimodifikasi. Apabila anak usia lima tahun memandang bohong selalu salah, maka pada anak diatasnya memandang bohong tidak selamanya salah, kadang-kadang dibenarkan selama alasan yang bias diterima.

Bacalah Cerita Ini!

Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker. Ada suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya sepuluh kali lipat lebih mahal dari pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan satu dosis kecil obat ia membayar 200 dolar dan menjualnya 2000 dolar. Suami pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia hanya bisa mengumpulkan 1000 dolar atau hanya setengah dari harga obat tersebut. Ia memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih murah atau memperbolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata, “Tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat untuk istrinya.

Cerita ini adalah salah satu dari sebelas cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-anak menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral. Haruskah Heinz mencuri obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah? Mengapa? Apakah tugas suami untuk mencuri obat bagi istrinya kalau ia tidak mendapatkannya dengan cara lain? Apakah apoteker memiliki hak untuk mengenakan harga semahal itu walaupun tidak ada suatu aturan hukum yang membatasi harga? Mengapa atau mengapa tidak?. Berdasarkan penalaran tersebut, Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon kedalam tahap pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.

Teori Perkembangan Moral Menurut Lawrence KohlbergKohlberg mengungkapkan mengenai perkembangan moral, ia membaginya menjadi tiga tahap. Pada anak usia dini, perkembangan moral anak termasuk pada tahap perkembangan moral yang pertama, yaitu moralitas PRAKONVENSIONAL. Tahap ini terjadi pada anak sekitar usia 4 hingga 9 tahun. Karakter khas pada tahap ini prilaku anak dikendalikan oleh akibat fisik yang ditimbulkan dari perbuatannya yang bisanya muncul dalam bentuk hadiah dan hukuman. Misalnya anak tidak memukul adiknya ketika marah disebabkan karena takut apabila dimarahi tau dihukum orang tuanya. Pada stadium kedua anak berprilaku moral untuk mendapatkan pernghargaan, misalnya anak senang membantu orang tua karena ingin mendapatkan penghargaan, misalnya anak senang membantu orang tua karena ingin mendapatkan hadiah atau pujian.

Tahap KONVENSIONAL. Pada tahap kedua prilaku moral anak dikendalikan untuk menyesuaikan diri dengan peraturan yang sudah ditetapkan atau disepakati. Misalnya anak melakukan sesuatu karena ingin diterima atau ingin sama dengan kelompok teman sebaya.

Tahap PASCAKONVENSIONAL pada tahap terakhir ini prilaku anak sudah dikendalikan oleh nilai atau prinsip-prinsip yang dipegangnya, sehingga memungkinkan memegang nilai-nilai atau aturan secara luwes.

Secara umum pendidikan pada AUD bertujuan untuk membantu mengembangkan seluruh potensi dan kemampuan fisik, intelektual, emosional, moral dan agama secara optimal pada anak dalam lingkungan pendidikan yang kondusif. Terkait dengan tujuan tersebut kompetensi dan hasil belajar yang ingin dicapai pada anak AUD adalah melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan,dan mencintai sesama, menanamkan kebiasaan baik dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari, dapat mematuhi aturan yang menyangkut etika dan perbuatan.

Teori Perkembangan Moral Menurut Hurlock

Menurut Hurlock Perkembangan moral atau moralitas anak tergantung dari perkembangan kecerdasan anak, saat anak sudah mampu menangkap dan mengerti atau sudah mulai dapat membayangkan perasaan orang lain berarti anak-anak sudah bergerak ketingkat perkembangan moral yang lebih tinggi. Dan saat perkembangan kecerdasan mencapai tingkat kematangannya, perkembangan moral juga harus mencapai tingkat kematangannya. Bila hal ini tidak terjadi, individu dianggap sebagi orang yang tidak matang secara moral yakni seseoraang yang secara intelektual dianggap mampu berprilaku moral secara matang namun berprilaku moral seperti anak.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral

Kurang tertanamnya jiwa agama pada setiap orang dalam masyarakat

Keyakinan agama yang didasarkan pada pengertian yang sesungguhnya dan sejalan tentang ajaran agama yang dianutnya, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh. Apabila berkeyakinan beragama itu betul-betul telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaanya jika terjadi tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya cepat berpindah meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya. Andaikan yang termasuk terlarang betapapun tarikan luar itu tidak akan diindahkannya karena takut melaksanakan yang dilarang oleh agamanya.

Banyaknya tulisan dan gambar yang tidak mengindahkan dasar moral

Suatu hal yang belakangan ini kurang mendapat perhatian kita ialah tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, kesenian-kesenian dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong anak-anak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja. Lalu digambarkan dengan sangat realistis, sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak-anak muda diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita lukisan atau permainan tersebut. Ini pun mendorong anak-anak muda ke jurang kemerosotan moral.

Tidak terlaksananya pendidikan moral yang baik

Faktor keempat yang juga penting, adalah tidak terlaksananya pendidikan moral yang baik, dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Pembinaan moral, seharusnya dilaksanakan sejak si anak kecil, sesuai dengan kemampuan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang dianggap baik buat pertumbuhan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu. juga perlu diingatkan bahwa pengertian moral, belum dapat menjamin tindakan moral. Pada dasarnya moral bukanlah suatu pelajaran atau ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan mempelajari, tanpa membiasakan hidup bermoral dari kecil dan moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian.

Banyaknya orang melalaikan budi pekerti

Budi pekerti adalah mengatakan atau melakukan sesuatu yang terpuji atau perangai yang baik. Penanaman budi pekerti dalam jiwa anak sangat penting apabila dilihat dari hadits Nabi: “Seorang bapak yang mendidik anaknya adalah lebih baik dari pada bersedekah”. “Tidak ada pemberian seorang bapak kepada anaknya yang lebih baik dari pada budi pekerti”. Namun sebagian orang tua melalaikan kepentingan pembinaan budi pekerti dan sopan santun anak. Para orang tua tidak sadar, bahwa ia telah menjerumuskan anaknya sendiri ke jurang, padahal pembinaan budi pekerti adalah hak anak atas orang tuanya seperti hak makan, minum serta nafkah.

Suasana rumah tangga yang kurang baik
Faktor yang terlihat dalam masyarakat sekarang ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai diantara suami istri. Tidak rukunnya ibu bapak menyebabkan gelisahnya anak-anak mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan berada di tengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya mengganggu ketentraman orang lain.

Kurangnya kasadaran orang tua akan pentingnya pendidikan moral dasar sejak dini

Moral adalah salah satu buah iman oleh karena itu maka agar anak mempunyai moral yang bagus harus dilandasi dengan iman dan terdidik untuk selalu ingat pasrah kapada-Nya, dengan begitu anak akan memiliki bekal pengetahuan untuk terbiasa mulia, sebab benteng religi sudah mengakar di dalam hatinya.

Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang

Suatu faktor yang telah ikut juga memudahkan rusaknya moral anak-anak muda, ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang, dengan cara yang baik dan sehat. Pada rentang usia dini akhir adalah usia dimana anak suka berkhayal, melamunkan hal yang jauh atau sulit dijangkau. Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktu luang maka akan banyak lamunan yang kurang sehat timbul dari mereka.

 Stimulasi Perkembangan Moral Pada Anak

anak harus dirangsang oleh lingkungan usaha-usaha yang aktif. Contoh: Misalnya jika seorang anak menemukan uang di bawah meja di dalam kelas, maka kewajiban seorang guru membimbing anak untuk memberitahukan kepada teman-teman dan menanyakannya siapa yang kehilangan uang serta memberikannya kepada yang ternyata uangnya memang hilang.

Menurut Erickson tahun-tahun pertama dari kehidupan anak, orang tua hendaknya menanamkan dasar mempercayai orang lain. Contoh: anak harus dilindungi dan mendapatkan rasa aman dari orang tuanya terutama saat mengalami rasa sakit, cemas dan takut demikian pula apabila orang tua menjanjikan sesuatu hendaknya berusaha untuk menepatinya, sehingga orang tua tidak dicap scbagai “pembohong”.

Perangsangan yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Anak akan berkembang secara wajar dengan berbagai tahapan proses, yang pada setiap tahapan membutuhkan stimulas dan motivasi yang tepat sehingga diharapkan terjadi perubahan pada semua aspek/dimensi secara teratur dan progresif. Contoh: Pada anak usia I tahun, dimana anak tersebut sedang mulai belajar berbicara, maka dapat diajarkan untuk mengucap salam bila bertemu dengan orang lain, mengucapkan kata maaf bila melakukan kesalahan atau mengucap terima kasih bila diberi sesuatu dan lain sebagainya.

Rangsangan yang diberikan harus tepat waktu yaitu orang tua harus proaktif atau menjalin hubungan yang erat dengan anak, berbicara dengan anak tentang masalah yang dialaminya sehari-hari. Contoh: ketika Ari marah karena buku cerita yang dijanjikan oleh ayahnya belum dibeli karena sepulang kerja ayahnya terjebak kemacetan di jalan, peran orang tua dan orang lain yang berada di rumah, harus dapat memberikan penderitaan dan gambaran yang nyata, sehingga Ari tidak jadi marah bahkan bila cara memberi pengertiannya dengan kata-kata yang bijaksana bukan tidak mungkin Ari justru meminta maaf kepada ayahnya karena tadi sudah marah kepadanya.

Kesimpulan

Perkembangan moral anak merupakan bagian dari proses pembelajaran anak atas aturan-aturan dasar. Selain itu, perkembangan moral yang termasuk dalam pemahaman akan emosi dari kekuatannya, serta kemampuan untuk mengenali bahwa emosi tersebut dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu yang tidak selalu baik atu adil bagi orang lain.

Dari teori-teori yang disampaikan oleh para ahli perkembangan moral anak, dimensi moralitas seperti rasa bersalah, malu, berdusta, disiplin dan sebagainya sangat perlu ditanamkan pada anak sejak dini.

Karna saat anak sudah mampu menangkap dan mengartikan atau sudah mulai dapat membayangkan perasaan orang lain berarti anak-anak sudah sudah bergerak ketingkat perkembangan moral yang lebih tinggi.

Rosulullah Solallahu Alaihi Wasallam. Pernah bersabda : “Setiap anak itu dilahirkan menurut fitrahnya, maka hanya kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan seseorang yahudi, nasrani, atau seorang majusi.” (HR. Bukhori).