Pengembangan Nilai Moral dan Agama

Ajeng Tina Mulyana, S.Pd.,M.Pd.

Pengertian Moral

Moral berasal dari kata latin  mores berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Istilah moral selalu terkait dengan kebiasaan, aturan atau tata cara suatu masyarakat tertentu. Termasuk pula dalam moral adalah aturan-aturan atau nilai-nilai agama yang dipegang masyarakat setempat. Kamus Besar Bahasa Indonesia moral adalah nilai baik buruk yg diterima umum. diantaranya mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak,  budi pekerti, dan susila. Dengan demikian prilaku moral merupakan prilaku manusia yang sesuai dengan harapan, aturan, kebiasaan suatu kelompok masyarakat tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh Hurlock (1991) dalam mendefinisikan prilaku moral sebagai prilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok social.

Pada masa bayi, anak belum mengenal prilaku moral atau prilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan kebiasaan orang-orang disekitarnya. Semakin bertambah hari, bertambah pula pengetahun terhadap lingkungan sekitarnya. Pengetahuannya tentang prilaku yang “boleh” atau tidak boleh” atau prilaku yang sesuai dengan kebiasaan lingkungan sekitar dimengerti berdasar pendidikan dari orang dewasa disekitarnya. Orang tua dan orang dewasa lain yang terlibat dalam pendidikan anak harus mengajarkan pada anak prilaku apa saja yang benar dan kurang sesuai dengan atura atau kebiasaan setempat. Anak juga harus diberi kesempatan untuk turut ambil bagian dalam kegiaatan kelompok sehingga anak dapat belajar berbagai prilaku yang sesuai dengan harapan kelompok dan prilaku yang tidak sesuai dengan harapan kelompok.

Batasan dan Teori Pengembangan Sosial Emosi Agama dan Moral

Masa kanak-kanak adalah fase yang paling subur, paling panjang dan paling dominan bagi seorang pendidik untuk menanamkan norma-norma yang mapan dan arahan yang bersih kedalam jiwa dan sepak terjang anak-anak didiknya. Apabila pada masa AUD dapat dimanfaatkan oleh seseorang pendidik secara maksimal dan sebaik-baiknya yaitu dengan cara menanamkan moral, agama, emosi dan sosial. Harapannya pada masa mendatang, AUD akan tumbuh menjadi orang yang tahan dalam berbagi tantangan, beriman dan kuat.

Hakikat dan Konsep Dasar Pengembangan Moral Anak

Mendidik dan memberikan tuntunan sebaik-baik hadiah dan perhiasan paling indah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dengan nilai yang jauh lebih baik daripada dunia dan segala isinya.

Dalam hadits dikatakan bahwa: ”Muliakanlah anak-anak Mu dan didiklah mereka dengan baik.”

(HR. Ibnu Majah)

Dalam Hadits lain disebutkan ”Tiada suatu pemberianpun yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang baik.” (HR. Hakim)

Ketika orang tua / seorang pendidik membantu dan mengarahkan anak untuk mengembangkan prinsif-prinsif moral, pentingnya juga untuk mengembangkan pemahaman akan agamanya kepada anak. Hal ini karena tujuan utama dari pendidikan moral adalah untuk mengembangkan kesadaran akan benar dan salah atau lebih dikenal dengan istilah hati nurani, idealnya seseorang belajar untuk mengerjakan hal yang baik, bukan karena takut akan akibat atau konsekuensinya bila mengajar, tetapi karena ada aturan dari dalam dirinya yang ia pelajari dari keluarga dan budaya.

Hakikat Teori Perkembangan Moral

Teori Perkembangan Moral Menurut Piaget

Piaget membagi perkembangan moral pada anak menjadi dua tahap, yaitu:

Tahap realism moral atau moralitas

Moralitas kerja sama atau hubungan timbal balik. prilaku anak dikendalikan oleh ketaatan secara otomatis terhadap peraturan. Anak belum dapat melakukan penalaran atau penilaian terhadap aturan atau norma yang dikenakan padanya, sehingga anak masih menganggap kaku pada aturan-aturan tersebut. Pada tahap ini anak memandang benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi dibelakangnya. Tahap ini terjadi pada anak usia 2 hingga 7 tahun.

Pada tahap usia lebih dari 7 tahun anak memasuki tahap perkembangan moral otonomi. Pada tahap ini anak tidak kaku lagi dalam memandang aturan . Konsep anak dalam memandang aturan secara bertahap berubah dan dimodifikasi. Apabila anak usia lima tahun memandang bohong selalu salah, maka pada anak diatasnya memandang bohong tidak selamanya salah, kadang-kadang dibenarkan selama alasan yang bias diterima.

Bacalah Cerita Ini!

Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker. Ada suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya sepuluh kali lipat lebih mahal dari pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan satu dosis kecil obat ia membayar 200 dolar dan menjualnya 2000 dolar. Suami pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia hanya bisa mengumpulkan 1000 dolar atau hanya setengah dari harga obat tersebut. Ia memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih murah atau memperbolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata, “Tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat untuk istrinya.

Cerita ini adalah salah satu dari sebelas cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-anak menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral. Haruskah Heinz mencuri obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah? Mengapa? Apakah tugas suami untuk mencuri obat bagi istrinya kalau ia tidak mendapatkannya dengan cara lain? Apakah apoteker memiliki hak untuk mengenakan harga semahal itu walaupun tidak ada suatu aturan hukum yang membatasi harga? Mengapa atau mengapa tidak?. Berdasarkan penalaran tersebut, Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon kedalam tahap pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.

Teori Perkembangan Moral Menurut Lawrence KohlbergKohlberg mengungkapkan mengenai perkembangan moral, ia membaginya menjadi tiga tahap. Pada anak usia dini, perkembangan moral anak termasuk pada tahap perkembangan moral yang pertama, yaitu moralitas PRAKONVENSIONAL. Tahap ini terjadi pada anak sekitar usia 4 hingga 9 tahun. Karakter khas pada tahap ini prilaku anak dikendalikan oleh akibat fisik yang ditimbulkan dari perbuatannya yang bisanya muncul dalam bentuk hadiah dan hukuman. Misalnya anak tidak memukul adiknya ketika marah disebabkan karena takut apabila dimarahi tau dihukum orang tuanya. Pada stadium kedua anak berprilaku moral untuk mendapatkan pernghargaan, misalnya anak senang membantu orang tua karena ingin mendapatkan penghargaan, misalnya anak senang membantu orang tua karena ingin mendapatkan hadiah atau pujian.

Tahap KONVENSIONAL. Pada tahap kedua prilaku moral anak dikendalikan untuk menyesuaikan diri dengan peraturan yang sudah ditetapkan atau disepakati. Misalnya anak melakukan sesuatu karena ingin diterima atau ingin sama dengan kelompok teman sebaya.

Tahap PASCAKONVENSIONAL pada tahap terakhir ini prilaku anak sudah dikendalikan oleh nilai atau prinsip-prinsip yang dipegangnya, sehingga memungkinkan memegang nilai-nilai atau aturan secara luwes.

Secara umum pendidikan pada AUD bertujuan untuk membantu mengembangkan seluruh potensi dan kemampuan fisik, intelektual, emosional, moral dan agama secara optimal pada anak dalam lingkungan pendidikan yang kondusif. Terkait dengan tujuan tersebut kompetensi dan hasil belajar yang ingin dicapai pada anak AUD adalah melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan,dan mencintai sesama, menanamkan kebiasaan baik dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari, dapat mematuhi aturan yang menyangkut etika dan perbuatan.

Teori Perkembangan Moral Menurut Hurlock

Menurut Hurlock Perkembangan moral atau moralitas anak tergantung dari perkembangan kecerdasan anak, saat anak sudah mampu menangkap dan mengerti atau sudah mulai dapat membayangkan perasaan orang lain berarti anak-anak sudah bergerak ketingkat perkembangan moral yang lebih tinggi. Dan saat perkembangan kecerdasan mencapai tingkat kematangannya, perkembangan moral juga harus mencapai tingkat kematangannya. Bila hal ini tidak terjadi, individu dianggap sebagi orang yang tidak matang secara moral yakni seseoraang yang secara intelektual dianggap mampu berprilaku moral secara matang namun berprilaku moral seperti anak.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral

Kurang tertanamnya jiwa agama pada setiap orang dalam masyarakat

Keyakinan agama yang didasarkan pada pengertian yang sesungguhnya dan sejalan tentang ajaran agama yang dianutnya, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh. Apabila berkeyakinan beragama itu betul-betul telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaanya jika terjadi tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya cepat berpindah meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya. Andaikan yang termasuk terlarang betapapun tarikan luar itu tidak akan diindahkannya karena takut melaksanakan yang dilarang oleh agamanya.

Banyaknya tulisan dan gambar yang tidak mengindahkan dasar moral

Suatu hal yang belakangan ini kurang mendapat perhatian kita ialah tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, kesenian-kesenian dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong anak-anak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja. Lalu digambarkan dengan sangat realistis, sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak-anak muda diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita lukisan atau permainan tersebut. Ini pun mendorong anak-anak muda ke jurang kemerosotan moral.

Tidak terlaksananya pendidikan moral yang baik

Faktor keempat yang juga penting, adalah tidak terlaksananya pendidikan moral yang baik, dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Pembinaan moral, seharusnya dilaksanakan sejak si anak kecil, sesuai dengan kemampuan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang dianggap baik buat pertumbuhan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu. juga perlu diingatkan bahwa pengertian moral, belum dapat menjamin tindakan moral. Pada dasarnya moral bukanlah suatu pelajaran atau ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan mempelajari, tanpa membiasakan hidup bermoral dari kecil dan moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian.

Banyaknya orang melalaikan budi pekerti

Budi pekerti adalah mengatakan atau melakukan sesuatu yang terpuji atau perangai yang baik. Penanaman budi pekerti dalam jiwa anak sangat penting apabila dilihat dari hadits Nabi: “Seorang bapak yang mendidik anaknya adalah lebih baik dari pada bersedekah”. “Tidak ada pemberian seorang bapak kepada anaknya yang lebih baik dari pada budi pekerti”. Namun sebagian orang tua melalaikan kepentingan pembinaan budi pekerti dan sopan santun anak. Para orang tua tidak sadar, bahwa ia telah menjerumuskan anaknya sendiri ke jurang, padahal pembinaan budi pekerti adalah hak anak atas orang tuanya seperti hak makan, minum serta nafkah.

Suasana rumah tangga yang kurang baik
Faktor yang terlihat dalam masyarakat sekarang ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai diantara suami istri. Tidak rukunnya ibu bapak menyebabkan gelisahnya anak-anak mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan berada di tengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya mengganggu ketentraman orang lain.

Kurangnya kasadaran orang tua akan pentingnya pendidikan moral dasar sejak dini

Moral adalah salah satu buah iman oleh karena itu maka agar anak mempunyai moral yang bagus harus dilandasi dengan iman dan terdidik untuk selalu ingat pasrah kapada-Nya, dengan begitu anak akan memiliki bekal pengetahuan untuk terbiasa mulia, sebab benteng religi sudah mengakar di dalam hatinya.

Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang

Suatu faktor yang telah ikut juga memudahkan rusaknya moral anak-anak muda, ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang, dengan cara yang baik dan sehat. Pada rentang usia dini akhir adalah usia dimana anak suka berkhayal, melamunkan hal yang jauh atau sulit dijangkau. Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktu luang maka akan banyak lamunan yang kurang sehat timbul dari mereka.

 Stimulasi Perkembangan Moral Pada Anak

anak harus dirangsang oleh lingkungan usaha-usaha yang aktif. Contoh: Misalnya jika seorang anak menemukan uang di bawah meja di dalam kelas, maka kewajiban seorang guru membimbing anak untuk memberitahukan kepada teman-teman dan menanyakannya siapa yang kehilangan uang serta memberikannya kepada yang ternyata uangnya memang hilang.

Menurut Erickson tahun-tahun pertama dari kehidupan anak, orang tua hendaknya menanamkan dasar mempercayai orang lain. Contoh: anak harus dilindungi dan mendapatkan rasa aman dari orang tuanya terutama saat mengalami rasa sakit, cemas dan takut demikian pula apabila orang tua menjanjikan sesuatu hendaknya berusaha untuk menepatinya, sehingga orang tua tidak dicap scbagai “pembohong”.

Perangsangan yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Anak akan berkembang secara wajar dengan berbagai tahapan proses, yang pada setiap tahapan membutuhkan stimulas dan motivasi yang tepat sehingga diharapkan terjadi perubahan pada semua aspek/dimensi secara teratur dan progresif. Contoh: Pada anak usia I tahun, dimana anak tersebut sedang mulai belajar berbicara, maka dapat diajarkan untuk mengucap salam bila bertemu dengan orang lain, mengucapkan kata maaf bila melakukan kesalahan atau mengucap terima kasih bila diberi sesuatu dan lain sebagainya.

Rangsangan yang diberikan harus tepat waktu yaitu orang tua harus proaktif atau menjalin hubungan yang erat dengan anak, berbicara dengan anak tentang masalah yang dialaminya sehari-hari. Contoh: ketika Ari marah karena buku cerita yang dijanjikan oleh ayahnya belum dibeli karena sepulang kerja ayahnya terjebak kemacetan di jalan, peran orang tua dan orang lain yang berada di rumah, harus dapat memberikan penderitaan dan gambaran yang nyata, sehingga Ari tidak jadi marah bahkan bila cara memberi pengertiannya dengan kata-kata yang bijaksana bukan tidak mungkin Ari justru meminta maaf kepada ayahnya karena tadi sudah marah kepadanya.

Kesimpulan

Perkembangan moral anak merupakan bagian dari proses pembelajaran anak atas aturan-aturan dasar. Selain itu, perkembangan moral yang termasuk dalam pemahaman akan emosi dari kekuatannya, serta kemampuan untuk mengenali bahwa emosi tersebut dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu yang tidak selalu baik atu adil bagi orang lain.

Dari teori-teori yang disampaikan oleh para ahli perkembangan moral anak, dimensi moralitas seperti rasa bersalah, malu, berdusta, disiplin dan sebagainya sangat perlu ditanamkan pada anak sejak dini.

Karna saat anak sudah mampu menangkap dan mengartikan atau sudah mulai dapat membayangkan perasaan orang lain berarti anak-anak sudah sudah bergerak ketingkat perkembangan moral yang lebih tinggi.

Rosulullah Solallahu Alaihi Wasallam. Pernah bersabda : “Setiap anak itu dilahirkan menurut fitrahnya, maka hanya kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan seseorang yahudi, nasrani, atau seorang majusi.” (HR. Bukhori).

Tinggalkan komentar